Selasa, 07 September 2010

21.21

Kulangkahkan kaki untuk menyeberang jalan.
Kok sepi?
Aku melihat kearah jam tanganku yang baru menunjukkan pk 21.21.
Tumben pikirku.
mungkin sudah banyak yang mudik.

Aku menunggu bis di depan toko yang sudah tutup.
Disitu ada bocah lelaki yang kalau dilihat dari potongan tubuhnya yang mungil sekitar umur 6-8 tahun.
Bocah tersebut sedang meletakkan kardus di depan emperan toko.
Mungkin dia mau tidur.

Tiba-tiba bacah tersebut membuka mulutnya.
Dari mulutnya aku mendengar suara.
"Mbak, mbak nunggu siapa?"
Awalnya aku tidak tahu ia bertanya pada siapa. tapi setelah kulihat sekelilingku tidak ada orang lain selain aku dan dia, aku yakin bahwa bocah itu bertanya kepadaku.

Setelah kujawab kalau aku menunggu bis yang biasa aku naiki, bocah menyahut lagi bisnya sudah ga ada mbak. "Memang mbak mau ke mana?"
Aku dengan singkat menyebut daerah tempat aku tinggal dan bocah berkata "Naik taksi saja mb."
Sambil tersenyum aku mengatakan bahwa aku akan coba menunggu bisa yang biasa aku naikin.

Saat menunggu itu sesekali aku melirik tingkah polah bocah. Dia masih asik dengan kardusnya.
Terbesit dalam benakku, apa maksudnya dia menanyakan dan menyarankan aku naik taksi saja.
Aku pikir tidak ada untungnya bagibocah itu.

Lima menit aku menunggu, bis yang aku incar terlihat.
Aku mulai melangkahkan kakiku.
Bocah itu langsung berdiri melihat aku.
Sambil tersenyum aku berkata bahwa bisnya masih ada.
Bocah lelaki itu sambil menyengir langsung berkata "O iya mbak, aku lupa"

Saat aku naik ke bis, bocah lelaki mengikuti.
A duduk, dan mulailah dia bernyanyi.
Tak jelas lagu apa yang dinyanyikan.
Yang jelas aku tangkapo malah saat dia menguap.
Ngantuk sekali pasti bocah ini pikirku.

Biasanya aku ga terlalu peduli dengan pengamen, kalaupun sedikit peduli tidak pernah aku mengeluarkan uang lebih dari seribu rupiah. Sering hanya logaman 500 rupiah.
Tapi melihat bocah ini, aku merasa berbeda.

Saat aku melihat dia bergerak meminta sedekah dari depan, aku melihat belum ada yang memberi.
Aku langsung memberinya 2000 rupiah.
Hal yang berbeda dari yang biasa aku lakukan.

Dan bocah itupun sambil memperlihatkan wajah yang memang sangat terlihat mengantuk mengucapkan terima kasih.
Semoga saja bocah lelaki itu hari esoknya akan lebih baik.

Senin, 06 September 2010

Kehidupan Diandaikan Sebatang Lilin

Kalau ada yang bilang apa kehidupan itu, pasti akan banyak jawaban yang beragam.
Atau ada yang bingung menjawabnya.
Kata dari kehidupan memang cukup sederhana tapi memiliki banyak arti yang berbeda pada setiap orang.

Selama beberapa lama aku menjadi orang yang bingung, stress, dsb yang saat ini pun masih bingung aku ungkapkan apa kata yang cocok untuk dituliskan.
Jika aku diberi pertanyaan apa  kehidupan itu pada saat itu, pasti aku menjadi kelompok orang yang bingung menjawab pertanyaan itu.

Tapi saat kemarin aku melihat jejeran lilin dengan seorang di depan di setiap lilinnya, terbesit dalam pikiranku bahwa kehidupan itu seperti sebuah lilin.

Kenapa?

Lilin sebelum dibakar berwarna putih termasuk sumbunya. (lain halnya dengan lilin hias yang berwarna-warni, itu tidak termasuk disini)
Seperti pula manusia saat baru lahir, putih tanpa ada noda.

Lilin mulai dibakar dengan api.
Mulai ada warna merah dan kuning pada api.
Seperti manusia yang menandakan dimulainya kehidupan.
Kehidupan yang indah.

Tiba-tiba ada sedikit angin.
Api sedikit tergoncang, tetapi tidak mati.
Manusia memiliki masalah dalam hidupnya.
Kehidupannya mulai ada goncangan kecil.
Manusia masih bertahan.

Angin mulai kencang.
Api pun tak kuat menahannya.
Akhirnya lilin mati.
Manusia memiliki masalah yang besar dan membuatnya terpuruk.
Kehidupan seakan-akan jahat baginya.

Lama sebentarnya lilin itu mati tergantung dari manusia.
Apakah dirinya telah sanggup menyelesaikan segala cobaan hidupnya?
Apakah dirinya telah sanggup berdiri kembali?
Apakah dirinya telah sanggup melangkah lagi?
Atau dirinya memilih hidup segan mati pun tak mau.

                                                        ............ hening ............

Lilin mulai menyala kembali.
Manusia mulai memikirkan kehidupannya kembali.
Berusaha melupakan yang telah lalu.
Mencoba menatap kedepan kembali dan melangkah.

Lilin akan tetap menyala dengan guncangan-guncangan kembali. bahkan sepat mati kembali dan nyala kembali, atau menyala dengan tenang.
Manusia melanjutkan perjalanan kehidupannya.
Ada yang disertai goncangan kecil lagi, ada goncangan besar lagi, atau tetap berjalan di jalan yang halus.

Lilin mati.
Bukan karena goncangan dan angin.
Mati karena habis.
Manusia tidak selamanya bertemu dengan kehidupan.
Manusia pada akhirnya akan bertemu dengan malaikatnya.
Malaikat yang menemaninya saat harus mengembalikan nyawa kepada Tuhan-nya.

Kehidupanku Bagaikan Lilin