Jumat, 08 Juni 2012

Gadis Kecil Di Pojok Ruangan

Suasana ruangan di suatu Panti Asuhan itu langsung riweh saat diriku memasuki ruangan itu.
Yah aku saat ini berdiri dikelilingi anak-anak yang menyambut aku dengan wajah berbinar-binar. Bukan kepadaku saja mereka berlaku demikian, tetapi kepada semua yang mengunjungi mereka. Wajar mereka bersikap seperti itu, karena bagi mereka kunjungan seseorang yang singkat sangat berharga bagi mereka.

Mereka, anak-anak yang polos, yang belum mengerti apa artinya dosa ini, mereka harus tinggal di Panti Asuhan ini. Mereka tidak tahu mangapa mereka harus tinggal disini, jauh dari orangtua yang bahkan mereka tidak tahu siapa orangtua mereka. Ketidaktahuan mereka sama seperti mereka tidak tahu mengapa mereka dilahirkan dengan kekuakarangan.
Panti Asuhan Kasih yang aku kunjungi memang panti asuhan bagi anak-anak cacat. Ini pertama kalinya a berkunjung, dan hatiku langsung terasa seperti dicabik saat melihat keadaan mereka. Aku bermain bersama mereka, berbagi cerita yang sebenarnya lebih tepat a menjadi pendengar dan mereka menjadi pendongeng.

Hal yang semakin membuatku takjub adalah saat seorang anak lelaki berusia 11 tahun yang hanya memiliki satu tangan normal memetik gitar dan mulai memainkan suatu lagu yang setiap detiknya terasa semakin indah didengar saat seorang gadis kecil buta berusia tujuh tahun mulai bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Saat itu pula aku berpikir, sesungguhnya Tuhan itu sangat adil. Aku yang normal dari beberapa tahun lalu aku mencoba untuk belajar gitar sampai sekarang tidak pernah bisa, begitupun dengan menyanyi. Tetapi saat ini didepanku, aku melihat dua anak yang umurnya tidak sampai setengah dari umurku dan mereka telah dikaruniai bakat yang luar biasa walaupun dengan fisik yang tidak sempurna.

Setelah satu lagu selesai mereka mainkan, kami yang disekitarnya langsung tepuk tangan, kemudian berganti dengan lagu selanjutnya yang lebih riang. Untunglah, karena sedetik lagi aku mendengar mereka menyanyi dengan lagu yang sebelumnya yang memang lebih mellow, pasti aku sudah tidak sanggup menahan air mataku yang sudah mau menetes.

Aku ikut dalam keriangan samapai beberapa menit setelahnya. Kemudian aku ijin untuk kekamar kecil. Setelah dari kamar kecil, aku berniat untuk kembali lagi ke ruangan berkumpul tadi. Kamar kecil menuju ruangan berkumpul dipisahkan oleh kamar-kamar tempat mereka melepas lelah. Tidak seperti sebelumnya saat aku ke kamar kecil, sekarang dalam perjalanan kembali ke ruangan berkumpul aku memperhatikan kamar tidur yang luas karena memang untuk beberapa anak.

Kamar anak lelaki aku lewati tanpa ada yang menarik.

Saat aku melewati kamar anak perempuan, mataku tertuju pada tempat tidur di pojok ruangan kamar tersebut. Tempat tidur itu sekitarnya dilengkapi besi penyangga. Aku tidak tahu untuk apa besi-besi itu. Karena penasaran aku mulai mendekati tempat tidur itu. Setelah berada didepan tempat tidur, aku mengeri apa fungsi dari besi-besi itu. Di tempat tidur itu tergeletak gadis kecil dengan wajah yang mmm maaf aku tidak tahu bagaimana menyebutnya, mungkin dengan kata miring. Bibir yang selalu terbuka memperlihatkan gigi-gigi kecilnya yang tumbuh tidak beraturan. Tangan dan kakinya yang tidak lurus.

Gadis kecil itu menatapku berusaha mengangkat tangannya. Aku rasa, aku mengerti apa yang dia inginkan. Aku ulurkan tanganku untuk menyambut tangannya. Saat tangan kami menyatu, gadis kecil itu tertawa bahagia, akupun tertawa tapi dengan air mata yang tanpa aku sadari akhirnya jatuh. aku duduk di kursi yang berada di sebelah tempat tidur. Aku terus memegang tangan gadis kecil itu dan mulai mengusap rambutnya yang berantakan. Semakin jelas dari wajahnya bahwa dia tampak bahagia.

Belaian sayang lah yang mereka butuhkan. Hal tersebut aku sadari saat melihat reaksi wajah bahagia gadis kecil itu. Dia bersama teman-teman yang berada di ruangan berkumpul tidak pernah mengharapkan hal-hal yang besar, hal-hal yang lebih seperti yang aku inginkan saat aku berada diusia mereka. Yang mereka butuhkan hanya kasih sayang. Hal yang sangat sederhana bila dibandingkan dengan materi, tetapi sangatlah sulit didapatkan terutama anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan ini.

Pikiranku yang melayang-layang memikirkan semua itu, sambil terus membelai dan memegang gadis kecil langsung buyar, saat Suster pengurus panti menyentuh pundakku. Suster tersenyum, dan tanpa aku meminta ia menjelaskan siapa gadis kecil ini. Suster menjelaskan bahwa gadis kecil ini bernama Wulan, berumur enam tahun. Wulan menderita kelainan tulang belakang, yang menyebabkan ia menghabiskan waktu di tempat tidur, karena jika ia terlalu banyak duduk di kursi roda, ia cepat lelah. Karena itulah dalam sehari dia duduk di kursi roda kesayangannya hanya pada saat mandi matahari di pagi hari dan sore hari saat anak-anak berkumpul di ruangan berkumpul untuk menonton film kartun yang telah berulang-ulang kali diputar dengan menggunakan player.

Suster pun mengatakan ini saatnya untuk menonton film kartun. Saat aku membantu suster mengangkat Wulan dan didudukkan di kursi roda, aku sempat melihat wajahnya semakin gembira, ahh tampaknya dia sudah mengerti kebiasaan tiap hari dan dia menyambutnya dengan gembira.
Aku mendorong kursi roda Wulan sambil melihat jam ditanganku yang menunjukkan waktuku sudah selesai di Panti Asuhan ini, karena aku memiliki janji untuk bertemu teman-temanku. Tapi aku belum ingin pergi dari sini. Akhirnya aku mengirimkan sms untuk membatalkan acara bersama teman-temanku dan aku pun meminta maaf.

Diluar dugaanku ternyata teman-temanku tidak keberatan, bahkan mereka mengatakan akan menyusulku di Panti Asuhan ini. Aku segera memberi tahu suster pengurus dan dia pun mengatakan tidak masalah, toh dia belum mulai memasak untuk makan malam sehingga dia bisa memasak sesuai dengan jumlah yang bertambah itu. Aku semakin senang, dan akupun mengatakan kepada suster untuk tidak memasak, karena teman-temanku akan datang dengan membawakan makan malam untuk semuanya.

Suster langsung memelukku dan akupun membalas pelukannya. Setelah suster melepaskan pelukannya dan berlalu untuk menyiapkan peralatan makan, aku melihat Wulan yang ternyata menatapku dengan bingung. Mungkin dia berpikir kenapa aku berpelukan dengan pengasuhnya. Aku menghapus air liur yang terus menetes dari mulutnya setelah itu dengan lembut aku memeluknya sesaat. a melihat reaksinya sangat bahagia. Hanya dalam beberapa jam aku dan Wulan menjadi sepasang sahabat. Dan aku sangat menikmatinya... :-)

Film kartun telah selesai, berganti dengan kegiatan mandi sore, aku mendorong kursi roda Wulan kembali ke kamarnya, kemudian aku membantu suster memandikan dirinya. Saat semua anak-anak telah selesai mandi, saat itu pula teman-temanku datang dengan membawa makan malam, dan tanpa aku sangka mereka juga membawa bermacam-macam mainan.

Acara makan malam pun berlangsung. Wulan diberi kesempatan khusus untuk malam ini, makan bersama dengan teman-temannya. Tidak dikamar dan sambil tiduran. Aku menyuapi Wulan perlahan-lahan dan menghapus air liurnya yang tidak berhenti. Wulan pun senang, hal tersebut aku ketahui tidak hanya saat melihat wajahnya tetapi juga saat suster mengatakan malam ini Wulan makannya banyak.

Setelah makan malam, aku dan teman-temanku kembali bermain. Kami bermain hingga jam menunjukkan pukul sembilan malam. Kami mengantarkan anak-anak kecil ini ke kamarnya mengucapkan selamat tidur. Terakhir aku ke tempat tidur Wulan. dia tampak kelelahan tetapi juga bahagia. Aku memegang tangannya, mengelus rambutnya.. Kami berdua saling bertatap mata. Aku tersenyum, Wulan membalasnya. Aku mengucapkan selamat tidur. Dia terus menatapku. Aku mengecup keningnya. Dan dia pun telah menutup matanya untuk beristirahat setelah melewati hari yang menyenangkan. Selama lima menit aku tidak beranjak, memastikan Wulan sudah benar-benar tertidur.

Setelah aku yakin Wulan sudah berada di alam mimpinya, aku keluar. Dari pintu kamar aku menoleh lagi ke arah malaikat-malaikat kecil yang tertidur itu. Dalam hati aku berkata " Terima Kasih untuk pelajarannya hari ini. Dari kalian, terutama Wulan aku belajar bahwa hidup ini indah. Tidak harus oleh hal-hal besar, tetapi hal kecil pun berharga."

24.08.10

2 komentar:

  1. wahhh nice story...suka suka suka...
    renungkan n pikirkan...hidup ngga slamanya jatuh. hidup ngga slamanya sedih. hidup bkn soal putus asa. hidup adlh kesempatan qt utk lbh bijaksana menyikapi pemberian Tuhan.

    lanjutkan ya neng...da ckp bagus neh. xixixi

    BalasHapus